22 August 2009

Di Suatu Siang...

... tiga orang itu duduk berjejer dan merapat di kursi panjang depan sebuah warung makan pinggir jalan kampungku. Cuaca di langit gerimis dan gemuruh berkali-kali berbunyi menandakan hujan akan segera turun dengan lebat. Ketiganya berbincang-bincang kesana kemari sambil sesekali menghirup kopi panas dan menghisap tembakau guna mengurangi rasa dingin.

Tiba-tiba… blar……
Petir mengelegar dengan sangat keras memekakkan telinga dibarengi dengan kilatan api yang menyambar dari atas. Semua orang sontak terkejut dan berteriak Allaahu akbar. Namun yang paling membuat merinding dalam waktu yang bersamaan salah satu dari tiga orang yang sedang duduk satu kursi berbincang di depan warung tiba-tiba jatuh tersungkur dengan tubuh menghitam menyembulkan aroma daging gosong. Ternyata dia kena sambaran lidah api.

Sudah sekitar 25 tahun kejadian itu namun masih sering diceritakan para orang tua kampungku yang kebetulan mengetahui. Yang menjadikan tragedi itu melegenda adalah karena keanehan yang ada saat kejadian yaitu posisi orang yang kena sambar adalah berada di tengah dan diapit kedua temannya. Sementara kedua temannya tidak cedera sedikitpun.

Usut punya usut semua orang jadi maklum dan manggut-manggut. Sewaktu masih hidup dia pernah diduga terlibat kasus menghamili seorang gadis. Hal ini didasarkan pada pengakuan gadis itu sendiri. Namun setelah konfirmasi dilakukan oleh warga dia membantah dan mengatakan bahwa dia tidak pernah melakukan apapun dengan gadis itu dan apa yang dikatakannya adalah fitnah. Bahkan untuk memperkuat argumennya dia sampai berani berucap sumpah "Demi Allah, kalau memang saya benar yang menghamili gadis itu, saya siap mati disambar petir". Warga tak bisa berbuat apapun karena memang pengakuan si gadis tanpa disertai adanya saksi yang melihat.

Akhirnya… ?
"… Allah mengetahui apa-apa yang engkau semua tidak tahu." "…Allah mengetahui apa-apa yang tersembunyi dan yang terlihat…"

Wallaahu a'lam

No comments: